Senin, 15 Oktober 2012

PLN untuk Indonesia

Membaca salah satu visi PLN yang berbunyi, menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, membuat saya tergelitik untuk menyampaikan uneg-uneg sekaligus harapan saya sebagai salah satu dari sekian juta pelanggan PLN di seluruh tanah air.

 Sejak ditetapkannya PLN sebagai Perseroan Terbatas, tentu membawa dampak yang tidak sedikit. Terutama masalah dana. Cerita klasik tentang banyaknya pelanggan yang menunggak membayar tagihan listrik, kurangnya pasokan listrik di beberapa daerah, kondisi listrik yang mati-nyala, pastinya telah mendapat perhatian serius mengingat tanggung jawab PLN yang tidak ringan terutama dalam mengelola kelistrikan negara sekaligus menjamin ketersediaan listrik dalam negeri. Belum lagi rumor sana sini yang sedikit menggoncang bahu PLN, namun justru dengan berbagai goncangan itulah PLN semakin kuat dengan terus berbenah diri.

Salah satu contoh kemajuan PLN dalam memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggannya adalah adanya kemudahan membayar biaya tagihan listrik. Kita bisa membayar listrik di manapun. Di supermarket, di jalan, di pasar, bahkan beberapa kali dalam sebulan mobil PLN melintas di jalan kecil rumah saya demi melayani pelanggan yang mungkin tak punya banyak waktu untuk mengantri. Sebuah lompatan besar yang patut diacungi jempol. Ternyata PLN tidak bekerja setengah-setengah. Sungguh, saya bisa menghemat waktu lebih banyak dengan salah satu layanan PLN ini. Tentu ini menjadi nilai plus tersendiri untuk PLN.

 Bukan itu saja, jaringan PLN yang semakin luas juga menambah deretan point plus. Meski mungkin ada sebagian wilayah Indonesia yang belum tersentuh listrik, ini menjadi PR PLN yang harus segera diselesaikan. Bukankah motto PLN adalah listrik untuk kehidupan yang lebih baik?

 Sebagai pelanggan setia, tentu saya juga ingin yang terbaik dari dan untuk PLN. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan uneg-uneg sekaligus harapan saya demi kemajuan PLN.

 1. Kenaikan tarif dasar listrik seharusnya diimbangi dengan kenaikan kualitas pelayanan sekaligus kenaikan kualitas listrik

Banyak masyarakat menilai kenaikan tarif dasar listrik sangat memberatkan terutama bagi para industri kecil dan menengah. Apalagi jika berbarengan dengan kenaikan BBM. Tentunya hal ini berdampak serius. Pengusaha indrustri kecil bisa mengalami gulung tikar karena biaya yang dikeluarkan tak sepadan dengan hasil yang dicapai. Akibatnya, barang impor yang notabene lebih murah daripada barang lokal dengan mudahnya bisa masuk ke tanah air.

Sebenarnya tak masalah jika PLN ingin menaikkan tarif dasar listrik jika kualitasnya juga seimbang. Sering saya mendengar keluhan masyarakat di berbagai daerah tentang listrik yang sering mati nyala atau pemutusan tiba-tiba. Mereka para pengusaha industri yang menggantungkan peralatan kerjanya pada tenaga listrik tentu merasa sangat dirugikan. Rugi biaya, waktu, juga tenaga. Saya berharap PLN lebih mempertimbangkan lagi jika akan menaikkan tarif dasar listrik atau setidaknya ada peningkatan kualitas termasuk di dalamnya pelayanan terhadap customer.

 2. Sosialisasi penghematan daya listrik bagi rumah tangga dan industri kecil

 Di televisi dan beberapa reklame di jalan, saya pernah melihat iklan tentang bagaimana menghemat pemakaian listrik, namun saya sedikit kecewa karena yang disorot hanya pemakaian listrik rumah tangga. Bukankah para pengusaha industri juga merupakan pelanggan PLN? Saya yakin jika disampaikan secara baik dan proporsional seperti iklan tadi tentu akan mudah diterima. Saya yakin PLN punya banyak tips untuk menghemat pemakaian listrik bagi kalangan industri. Satu hal lagi, beberapa orang yang sebagian waktunya dihabiskan di tempat kerja biasanya tak punya banyak waktu untuk menonton televisi, jadi alangkah bijaksananya jika PLN menyempatkan sedikit waktunya untuk berbagi ilmu dengan cara berkunjung ke berbagai industri, perkantoran, atau perkumpulan-perkumpulan warga. Termasuk di dalamnya sosialisasi tentang listrik pintar yang saya yakin belum banyak diketahui masyarakat.

 3. Pemahaman tentang pentingnya menghemat listrik sejak dini

Anak-anak adalah aset kita di masa yang akan datang. Mereka juga perlu diberi pemahaman tentang pengelolaan listrik di sekitar mereka. Caranya? Berkunjung ke sekolah-sekolah. Jika sejak dini mereka sudah terbiasa menghemat pemakaian listrik, biasanya akan terbawa hingga mereka dewasa.

 4. Semangat untuk menerangi Indonesia

 Menerangi seluruh wilayah Indonesia dengan gugusan pulaunya yang berjumlah ribuan tentu tak akan selesai dalam waktu singkat. Oleh karena itu, kerja keras PLN untuk terus berupaya menjangkau hingga wilayah terpencil Indonesia patut diapresiasi. Saya berharap PLN tak patah semangat dengan banyaknya complain tentang wilayah ini itu yang ternyata belum dialiri listrik. Sesuai mottonya, saya yakin PLN pasti mampu menjalankan tugasnya.

5. Transparan pada publik

 Sebuah niat baik, tentu tak akan tercapai tanpa tindakan nyata. PLN sebagai perusahaan milik negara bukanlah milik perseorangan atau kelompok tertentu. PLN adalah milik masyarakat Indonesia. Jadi sudah menjadi kewajiban PLN untuk memberi informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat baik itu tentang daya yang dimiliki, dana yang tersedia dan yang telah dikeluarkan, juga aktifitas di dalamnya sebagai salah satu perwujudan niat baik untuk memberi kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat. Agar setiap orang bisa menilai kinerja PLN, sebagai sebuah lembaga negara yang tiap bulannya menerima ‘upah’. Termasuk juga di dalamnya kegiatan para petinggi PLN agar terhindar dari prasangka korupsi, kolusi, dan nepotisme. Meski saya yakin PLN bersih dari hal itu semua.

Itulah harapan dan uneg-uneg saya untuk PLN. Semoga bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan.

Bagi saya, PLN bikin hidup lebih hidup.

Cilacap, 15 Oktober 2012

Artikel ini diikutsertakan dalam kontes blog Aku dan PLN. Info selengkapnya bisa dilihat di sini.

Kamis, 11 Oktober 2012

Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran


Menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan manusia, ada lima kebutuhan dasar manusia, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Ketika salah satu dari kebutuhan itu terganggu bisa dipastikan manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Contoh konkretnya, manusia akan mengalami kelaparan jika tak ada makanan, kehausan jika tidak ada air, atau perlu penanganan medis jika dia seminggu tidak bisa buang air. Seseorang juga akan dikucilkan oleh masyarakat jika dia tak mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau bersikap mengganggu keamanan masyarakat.

Pada dasarnya tawuran dan perkelahian yang terjadi antar warga banyak disebabkan karena tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar manusia, yaitu penghargaan. Penghargaan di sini artinya adalah penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Seseorang yang merasa harga dirinya terancam bisa dipastikan akan mengalami penolakan yang wujudnya bisa bermacam-macam tergantung usia, kedewasaan, cara berpikir, dan pengetahuannya. 

Masalah-masalah sepele yang menurut kita terlalu kecil untuk bisa dijadikan alasan tawuran mungkin bagi mereka adalah sebaliknya, karena masalah itu mengganggu harga dirinya juga harga diri kelompoknya. Kebutuhan akan aktualisasi diri juga begitu menggebu-gebu. Karena merasa harga dirinya direndahkan mereka yang bersitegang ingin menunjukkan bahwa mereka tak bisa diremehkan. Caranya, mungkin bagi sebagian orang dewasa akan mengambil langkah-langkah damai terlebih dahulu, namun pada remaja biasanya mereka langsung unjuk kebolehan dan keberanian di jalan raya dengan membawa batu, rotan, bahkan senjata tajam. Para remaja itu memang sedang dalam proses mencari jati diri. Perasaan ingin dihargai dan diakui sangat kuat melekat dalam diri mereka. 

Sebenarnya tak ada yang salah dalam kasus tawuran itu. Hanya saja mereka kurang sabar dalam bersikap. Ketika jalan damai buntu (bahkan dalam kasus tawuran remaja tanpa melalui proses damai. Itu tadi masalah harga diri. Rasanya gengsi meminta maaf atau memaafkan) biasanya seseorang akan mengambil jalan kekerasan. Jika ada pihak-pihak yang juga merasa terinjak-injak harga dirinya, emosi langsung meluap, dan akhirnya tawuran atau perkelahian pun tak dapat dihindarkan. Saya yakin seyakin-yakinnya, mereka yang terlibat tawuran pasti tahu resikonya. 

Maraknya pemberitaan di berbagai media tentang tawuran yang tak hanya melibatkan warga yang notabene adalah orang dewasa, namun juga menimpa para remaja, tak urung membuat hati kita nelangsa. Mau jadi apa negeri kita jika para remaja dan warganya diliputi oleh kebencian? Padahal, di pundak para remajalah negara ini bertumpu. Pernah ada satu uangkapan yang cukup menyentakkan nurani saya sebagai ibu calon generasi penerus bangsa. Ungkapan itu berbunyi, jika ingin menghancurkan suatu negeri maka hancurkan dulu para remajanya. Mengerikan, bukan? Begitu pula dengan para warga. Sebagai orang dewasa biasanya mereka menjadi role model bagi generasi yang lebih muda. Banyak cara yang lebih terhormat untuk menyampaikan harga diri yang terluka tanpa harus bersitegang hingga seluruh dunia tahu sepak terjang aksi anarkisnya. 

Bukankah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh?

Ada beberapa hal yang patut diketahui untuk mencegah terjadinya aksi anarkis yang merugikan banyak pihak itu, antara lain: 

1    1.      Pendidikan agama
Seseorang dengan dasar agama yang kuat biasanya enggan melakukan hal-hal yang akan menyakiti orang lain, bagaimanapun bentuknya. Dalam dirinya telah tertanam sikap menghormati dan husnudzan (berprasangka baik). Masalah yang ada akan dihadapinya dengan berpegang teguh pada agamanya. Nilai-nilai yang diajarkan telah menjadi pondasinya dalam menangani permasalahan. Maka sudah menjadi kewajiban para orang tua untuk membekali anak-anaknya dengan ilmu agama yang kuat agar kelak mereka mampu mengambil sikap dalam setiap persoalan. Pun hal itu tidak hanya berlaku bagi anak-anak dan remaja, para orang dewasa juga hendaknya terus memenuhi hatinya dengan ilmu agama. Karena agama juga mengajarkan bagaimana mengendalikan diri dan cara mengaktualisasikan diri.

2    2.     Kasih sayang dari keluarga
Semenjak seorang anak dilahirkan, dia bergantung penuh pada keluarganya. Terutama orang tuanya. Seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, peduli, dan penuh perhatian tentu akan tertanam dalam jiwanya bagaimana menghormati orang lain. Kata orang, anak-anak yang disekolahkan pada sekolah khusus keagamaan merupakan anak-anak “nakal” walaupun tak semuanya seperti itu. Menurut saya tak ada anak “nakal”, mungkin dia korban salah asuhan. Menurut hemat saya juga, rasanya percuma menyekolahkan anak di sekolah berbasis agama jika di rumah dia melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa dahsyatnya ketika orang tuanya bertengkar, pilih kasih, dan cuek pada dirinya. Bukankah keluarga –terutama ibu- merupakan madrasah pertama bagi anak-anak?

3    3.     Lingkungan sekitar
Setelah pendidikan agama sudah dimiliki dengan baik plus keluarga harmonis terwujud, wajib kita telusuri bagaimana lingkungan sekitar anak-anak kita. Ya, bukankah manusia juga butuh bersosialisasi? Begitu juga anak-anak. Salah bergaul atau salah memilih teman sedikit saja dampaknya akan sangat terasa. Adik saya bahkan pernah menjadi korban pengeroyokan hanya karena dia adalah teman dari kawannya yang bermasalah dengan kelompok anak yang mengeroyoknya tadi. Sebenarnya tak ada yang salah dengan teman adik saya itu, masalahnya teman adik saya itu sudah dianggap merebut pacar salah seorang pengeroyok itu. Hampir terjadi tawuran jika tak ada polisi yang kebetulan melintas. Nyatanya, pada kehidupan orang dewasa pun tak jauh beda. Jika seseorang salah memilih kawan atau terjebak dalam suatu kelompok negatif bisa dipastikan bagaimana rusak akhlaknya. 

4    4.     Kegiatan Positif
Sudah tenar di kalangan para orang tua yang memiliki anak usia sekolah, bahwa hampir setiap sekolah pasti memiliki program ekstra kurikuler (ekskul). Program itu dimaksudkan untuk pengembangan bakat dan minat peserta didiknya. Motivasi dari orang tua agar para remajanya terlibat aktif dalam program ekskul sangat diperlukan. Penanaman jiwa legowo ketika kalah bertanding antar sekolah dan juga tidak jumawa saat menang merupakan hal yang pokok dipelajari dalam setiap ekskul, karena tak jarang tawuran justru terjadi karena pertandingan ekskul antar sekolah. Adik saya pernah bercerita bahwa tim sepak bola sekolahnya menjadi bulan-bulanan tim sekolah lain hanya karena tim sekolah adik saya menang. Saya pun merawat salah seorang tim sepak bola sekolah adik saya yang mendapat perawatan intensif di rumah sakit, karena mengalami luka serius akibat pengeroyokan itu. Jika sedari remaja saja sudah berkelahi karena kalah bertanding, tak heran jika kita melihat banyak tindakan anarkis yang dilakukan oleh supporter tim yang kalah dalam sebuah pertandingan.  Kegiatan positif lainnya seperti berkemah, naik gunung, bersepeda, atau melakukan hobi yang menarik juga bisa menjadi alternatif bagi pelajar dan orang dewasa agar terhindar dari tawuran. 

 Itulah pendapat saya dalam menangani masalah tawuran yang nampaknya sedang “in” di negara kita. Sosialisasi tentang bahaya tawuran juga diperlukan agar bisa menjadi salah satu jalan pengetahuan para orang tua dan orang dewasa. 

Adalah tugas kita semua memerangi segala bentuk tindakan kekerasan yang terjadi di sekitar kita. Semoga bermanfaat.


Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu: Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran.