Anak merupakan asset yang paling berharga. Di pundak
merekalah negeri ini bertumpu. Setiap nafasnya menyiratkan selaksa harapan. Denyut
nadinya pun merupakan simbol kesiapannya menantang kehidupan. Kehadirannya
mampu melunakkan jiwa yang keras sekalipun, juga membuahkan cinta kasih yang
akan dikenang sepanjang sejarah. Kita, para orang tua, yang telah diberi
kepercayaan berupa amanahNya sudah sepantasnya memberikan segala kasih sayang
untuk mereka. Kasih sayang itu bukan hanya berwujud ungkapan sayang semata
namun juga dengan mempersiapkan masa depannya sebagai generasi penerus bangsa. Salah
satu caranya adalah dengan mempersiapkan secara matang biaya pendidikannya
sejak dia masih kecil, agar kelak jika telah tiba waktunya untuk menuntut ilmu,
kita tak lagi dipusingkan oleh biaya segala rupa. Kita hanya tinggal
mendampinginya dalam mencari ilmu.
Seperti aku dan suamiku, ketika melihat sebuah iklan di
televisi tentang pentingnya memiliki investasi sejak kini untuk buah hati
membuat kami berpikir hal yang sama. Aku tak ingin seperti yang diiklankan,
sebuah keluarga kecil harus minta dana pada orang tuanya hingga harus menjual
kekayaan keluarga untuk menyekolahkan anak-anaknya. Miris bila membayangkan hal
itu terjadi pada keluarga kecilku. Setelah berembug dengan suami, kami putuskan
untuk menyisihkan sebagian penghasilan kami untuk masa depan si kecil.
Aku dan suami memang sama-sama bekerja. Sebenarnya ini
adalah pilihan yang sulit bagi kami, terutama aku, karena praktis aku harus
meninggalkan putri kami yang tahun ini genap berusia tiga tahun. Beruntung aku
masih memiliki orang tua yang berkenan dititipi putri kami. namun kami bertekad
tak akan merepotkan orang tua kami. Rencanamasa depan sudah kami susun sedemikian rupa. Kebetulan sistem penerimaan
gaji kami juga sangat membantu. Gaji kami terima via rekening. Kami sangat
bersyukur karena hal itu memudahkan kami dalam menjalankan apa yang sudah kami
rencanakan.
Kami memang memiliki rekening bank yang berbeda. Suami di
BCA, sedang saya di bank pemerintah. Hal itu sudah menjadi keputusan perusahaan
kami masing-masing. Kami tak pernah mempermasalahkan hal itu. Justru perbedaan
itu memberi ruang bagi kami untuk memilih berbagai produk perbankan yang ditawarkan guna mewujudkan perencanaan
finansial untuk putri kami. Selain itu keduanya juga memiliki layanan perbankan yang hampir sama,
memudahkan nasabahnya untuk mencari info sisa saldo, transfer, dan mengecek
transfer yang masuk via handphone. Tentunya hal ini dapat menghemat waktu kami
dengan tidak perlu antri di teller atau ATM. Begitu juga berbagai bentuk
tabungan investasi masa depan, keduanya juga memiliki kredibilitas yang hampir
sama. Intinya semua bermuara pada kemudahan transaksi berupa autodebet langsung dari tabungan, jaminan asuransi, dan
juga ringannya investasi perbulan jika ingin menabung untuk masa depan.
Dengan semangat menyiapkan finansial untuk kebutuhan anak
kami terutama dalam hal pendidikannya, akhirnya kami memutuskan untuk menyisihkan
sebagian gaji kami untuk keperluan penting itu. Setelah bertanya kesana kemari,
mencari info sana sini, akhirnya kami temukan sebuah solusi perbankan yang menurut kami cocok dan terjangkau dengan
kondisi keuangan kami. Investasi dengan
biaya ringan namun hasil yang didapatkan juga maksimal plus mendapat asuransi
kesehatan. Melihat masih banyaknya kebutuhan si kecil, tak mungkin kami berinvestasi
di kedua bank. Akhirnya kami memutuskan untuk berinvestasi di salah satu bank
di mana kami lebih pasti menerima gaji perbulannya.
Satu bulan setelah perjanjian kami buat dengan pihak bank
untuk mendebet rekening pada awal bulan, kami merasa kesulitan membagi
penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari, tapi semangat untuk memberikan
pendidikan yang layak untuk anak-anak tak luntur hanya karena masalah itu.
Sedikit menahan diri atau bahkan ikhlas men-delete
keinginan sering kami lakukan. Untuk apa lagi jika bukan untuk masa depan anak.
Kata seorang ahli keuangan keluarga, jika ingin menabung sisihkan dulu uang
untuk ditabung sebelum digunakan untuk keperluan lainnya, jangan menunggu sisa
pengeluaran. Aku salah satu yang setuju dengan pendapatnya. Beliau juga
menyarankan agar setiap keluarga memiliki cadangan minimal 6x pengeluaran
sebulan, agar setidaknya kita punya waktu enam bulan untuk memperbaiki ekonomi
keluarga saat dilanda krisis keuangan. Saran yang menurutku bagus untuk
diterapkan.
Sebenarnya aku dan suami berharap tiga tahun ke depan,
ketika putri kami memasuki usia TK, kami telah memiliki kebebasan finansial. Tak perlu banyak-banyak, toh biaya masuk TK
tak sebanyak biaya kuliah, namun kami berencana sisa uang yang kami
investasikan bisa membantu memenuhi kebutuhan adiknya jika lahir nanti (ini
rencana kami, semoga Allah swt berkenan memberi kami anugerahNya yang kedua
dalam waktu dekat ini. Meski belum mendapat karunia itu namun kami tetap
bersemangat untuk menyiapkan dana untuknya). Tapi rupanya sesuatu yang tak
terduga terjadi. Ekonomi keluarga kami mulai menampakkan tanda-tanda bahaya
ketika selama tiga bulan berturut-turut gaji suami belum dibayar karena perusahaan
tepatnya bekerja mengalami defisit keuangan. Kami bersyukur karena aku masih
bekerja jadi setidaknya masih ada pemasukan, meski hanya cukup untuk membayar
tagihan bulanan dan susu si kecil. Satu hal yang tetap menjadi prinsip suamiku
adalah keengganannya berhutang. Akhirnya kami terpaksa mengambil kembali dana
investasi yang baru berjalan satu tahun dari tiga tahun yang kami rencanakan. Sudahkan
tercapai target 6x dari total pengeluaran sebulan? Tentu saja belum, paling
lama hanya tiga bulan. Alhamdulillah,
belum sampai tiga bulan, ekonomi keluarga mulai membaik dan kami pun kembali
menginvestasikan penghasilan kami. Kali ini kami sangat berharap kami bisa
sukses mencapai target yang kami inginkan.
Sebenarnya rumah sakit swasta tempatku bekerja telah
menjamin karyawannya dengan program jamsostek dan tabungan pensiunan yang
tercover dalam DPLK. Di sana memang dijelaskan ketika kita memasuki masa pensiun
kita bisa mengambil dana tersebut. Namun tetap saja aku tak bisa tergantung
terus pada rumah sakit. Bisa saja karena satu atau dua hal aku harus hengkang
dari rumah sakit tempatku mengaplikasikan ilmu keperawatan sejak lima tahun
yang lalu ini. Hal ini jugalah yang menjadi pertimbangan aku dan suami untuk
tetap menabung sedikit demi sedikit demi masa depan si kecil. Impian bisa
menyekolahkan anak-anak hingga setinggi yang mereka inginkan kelak masih
menjadi cita-cita kami.
Selain itu, melihat semakin mahalnya harga pendidikan di
Indonesia juga membuat kami semakin yakin bahwa berinvestasi sejak dini bukanlah
merupakan sikap yang berlebihan. Banyak keluarga teman yang kelabakan ketika
anaknya akan masuk sekolah. Kami berharap kami tidak mengalaminya. Bagaimanapun
berinvestasi untuk masa depan tidaklah merugikan, justru menurutku kita rugi
jika kita tak memanfaatkan fasilitas perbankan yang banyak disediakan untuk
kita berinvestasi guna menyiapkan masa depan anak-anak kita.
Jika terputus di tengah jalan? Tak masalah. Aku yakin semua
bank akan memberi kita kelonggaran untuk mengambil hasil investasi kita meski
untuk itu kita harus merugi beberapa ratus ribu sebagai biaya administrasi
bank.
Kita semua pasti punya mimpi tentang masa depan yang kita
inginkan. Ada banyak jalan bagi kita untuk mewujudkannya asalkan kita mau
sedikit berkorban. Apalagi kini sudah tersedia www.bca.co.id
yang bisa menjadi salah satu bahan rujukan untuk menemukan berbagai macam
informasi perbankan termasuk jenis investasi pendidikan yang sesuai dengan
pendapatan dan kebutuhan kita. Semoga aku dan suami bisa terus konsisten dengan
investasi kami sehingga masa depan terutama dalam hal pendidikan anak tetap
terjamin.
Diposting untuk mengikuti lomba BCA Blog Competition. Info
lebih lanjut ada di sini.