Senin, 26 November 2012

LOMBA MENULIS NOVEL BENTANG PUSTAKA




Ingin jadi penulis novel bestseller?
Kini saatnya kesempatanmu terbuka lebar.
Ayo ikuti lomba menulis novel.

Novel Populer adalah novel dewasa muda yang menceritakan kehidupan kaum dewasa muda dengan berbagai dinamikanya; cinta, keluarga, karir, persahabatan dan sebagainya.

Ketentuan : 

  1. Lomba terbuka bagi warga negara Indonesia berusia 18 tahun ke atas.
  2. Tema naskah : Wanita dalam cerita. Tidak diperbolehkan mengandung SARA dan pornografi.
  3. Naskah meruapak karya asli dan bukan terjemahan atau saduran.
  4. Naskah boleh ditulis oleh maksimal 2 orang.
  5. Naskah belum pernah dipublikasikan di media cetak atau elektronik, serta tidak sedang diikutsertakan di lomba lain.
  6. Panjang naskah 150-250 halaman A4, diketik dengan font Times New Roman, 12pt, spas 1.5, margin 4,4,3,3. Ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik.
  7. Satu peserta boleh mengirim maksimal 2 naskah.
  8. Kirim naskah beserta
    • Biodata lengkap (nama, alamat, no hp, email)
    • fotokopi kartu identitas.
    • Profil singkat penulis
    • Keunggulan naskah
    • Sinopsis
    • Kirim ke bentang.populer@gmail.com atau Redaksi Bentang Populer, Jl Kalimantan G-9A, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
  9.  Naskah dikirimkan mulai tanggal 5 November - 2 Februari 2013
Hadiah :

Juara I : uang tunai Rp 6.000.000 + kontrak penerbitan + paket buku Rp 700.000
Juara II : Uang tunai Rp 4.000.000 + kontrak penerbitan + Rp 500.000
Juara III : Uang tunai Rp 2.000.000 + kontrak penerbitan + Rp 300.000

5 pemenang berbakat : kontrak penerbitan + paket buku @Rp 200.000

Penting : 
  1. Pemenang diumumkan melalui facebook, twitter dan blog Bentang Pustaka.
  2. Peserta Lomba tidak dipungut biaya apa pun.

Sumber  : http://pustakabentang.blogspot.com/2012/11/lomba-nulis-novel-populer-bentang.html

SAYEMBARA MENULIS CERPEN DAN CERBER FEMINA 2012

ikutaaaaaaan.....


KOMPETISI MENULIS NUSANTARA

Kemenparekraf bekerjasama dengan NulisBuku.com & Plot Point mengadakan kompetisi menulis Tulis Nusantara 2012 - dengan tema: Menangkap ragam cerita hidup di Indonesia, serta workshop Menulis di 12 Kota di Indonesia. Kategori penulisan: 1. Fiksi Cerpen 2. Fiksi Puisi 3.
Non-Fiksi Hadiah Fiksi Cerpen. Juara I: Rp 20.000.000, Juara II: Rp 15.000.000, Juara III: Rp 10.000.000. Fiksi Puisi. Juara I: Rp 10.000.000, Juara II: Rp 7.500.000, Juara III: Rp 5.000.000. Non-Fiksi. Juara I: Rp 20.000.000, Juara II: Rp 15.000.000, Juara III: Rp 10.000.000. 3 buku kumpulan fiksi dan non-fiksi hasil kompetisi Tulis Nusantara 2012 akan diterbitkan secara major! Cara berpartisipasi 1. Menulis sesuai tema 'Menangkap Ragam Cerita Hidup di Indonesia' dalam bentuk puisi, cerpen (Fiksi) maupun cerita nyata (Non-Fiksi) yang memotivasi pembaca untuk mengetahui lebih banyak tentang keragaman di Indonesia dan mempromosikan baik ke dalam maupun luar negeri. 2. Untuk cerpen (fiksi) dan cerita nyata (Non-Fiksi), panjang tulisan 5-9 halaman A4 dengan 1,5 spasi, Font Times New Roman, ukuran 12 pt. 3. Kirimkan naskah beserta data diri (berupa attach files, bukan di body e-mail): Nama, Alamat, No. handphone, No. KTP, Twitter account (Jika ada), Alamat facebook (Jika ada), ke alamat email: tulisnusantara@gmail.com dengan format subject email: [Kategori] - [Judul tulisan]. Contoh: Non-Fiksi - "Cerita dari Banyuwangi" 4. Follow & mention akun Twitter @tulisnusantara untuk mempromosikan tulisan yang telah dikirim dengan hashtag #TulisNusantara 5. Periode lomba: mulai dari 17 November 2012 hingga 15 Desember 2012, naskah diterima paling lambat jam 23:59 WIB pada tanggal 15 Desember 2012. 6. Pengumuman pemenang & penyerahan hadiah akan dilakukan pada tanggal 22 Desember 2012 (Awarding Night). Syarat Umum 1. Peserta adalah warga negara Indonesia Usia peserta dibatasi minimal 17 tahun ke atas sesuai dengan identitas di Kartu Tanda Penduduk (KTP) 2 Naskah ditulis dengan bahasa Indonesia Naskah harus karya asli (sebagian atau seluruhnya), juga bukan terjemahan atau saduran 3. Naskah belum pernah dipublikasikan di media cetak, elektronik dan online dan tidak sedang diikutsertakan sayembara lain. 4. Peserta diperbolehkan mengirimkan maksimal 1 naskah terbaiknya untuk setiap kategori. 5. Naskah yang dikirim menjadi milik panitia penyelenggara, dengan hak cipta tetap pada penulis. 6. Hak untuk mempublikasi tulisan ada di penyelenggara kompetisi. 7. Naskah yang tidak sesuai dengan persyaratan tidak akan disertakan dalam proses penjurian. 8. Dewan juri akan memilih 10 naskah terbaik (Juara I, II, III dan 7 nomine) yang akan dibukukan dalam buku antologi pemenang. 9. Penyelenggara kompetisi berhak mengganti judul dan menyunting, tanpa mengubah isi 10. Keputusan juri mengikat, tidak dapat diganggu gugat, dan tidak ada surat menyurat

Minggu, 04 November 2012

Golagotique * Birthday Giveaway

 Yuk, ikutaaaan.........







http://golagotique.blogspot.com/2012/11/golagotique-birthday-giveaway.html

Sebuah Penghormatan Untuk Guru, Tak Ada Istilah ‘Mantan Guru’ Bagi Peserta Didik


Menjadi guru merupakan profesi yang luar biasa. Mengapa? Karena pasti dia dituntut untuk sabar. Setidaknya itulah modal untuk mengambil hati anak didiknya. Selain itu, pintar. Sepertinya kata itu selalu melekat pada sosok guru. Sebuah cambukan yang seharusnya membuat para guru semakin giat belajar agar kualitas didikannya semakin meningkat.

Guru ibarat orang tua kedua bagi peserta didiknya. Orang yang sudah seharusnya menjaga dan menyayangi sebagaimana orang tua mereka di rumah. Memberi perhatian, mengajarkan sopan santun, budi pekerti yang baik, sekaligus mengajarkan berbagai disiplin ilmu yang berguna bagi masa depannya kelak. Semua sikap guru selalu menjadi panutan. Role model yang sempurna. Segala pencitraan pada dirinya akan dikenang oleh semua anak didiknya. Sungguh, kebanyakan para guru lupa akan murid-muridnya, namun seorang murid tak dapat begitu saja melupakan gurunya. Apalagi jika beliau adalah guru yang killer, suka memberi ulangan dadakan, atau karena beliau orang yang sabar, cara mengajarnya nyaman, humoris, dan sebagainya.

Perannya yang demikian besar terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa membuat guru umumnya bukan saja dihormati di kalangan anak didiknya, namun juga di lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu sikap dan pribadi guru selalu menjadi sorotan, kata-katanya pun lebih banyak didengar.

Jika demikian sempurnanya sosok seorang guru, bagaimana dengan guru yang suka memukul muridnya bahkan melakukan tindakan asusila pada anak didiknya? Tentu ini menjadi wacana serius yang layak mendapat perhatian khusus. Sebagaimana orang tuanya di rumah, para  guru juga berkewajiban mengingatkan anak didiknya jika mereka salah. Namun, haruskah dengan cara kekerasan yang justru membuat anak didiknya trauma pada sekolah? Peserta didik, meski dia berstatus mahasiswa sekalipun, memiliki daya ingat yang baik tentang gurunya. Guru seharusnya menyadari hal itu. Tak selayaknya seorang guru yang disegani melakukan tindakan yang menyakiti anak didiknya baik fisik maupun psikis. Tidakkah pernah terpikir bahwa tindakannya itu akan ditiru oleh anak didiknya?

Meski saya bukan guru, hati saya miris juga mendengar pemberitaan media tentang maraknya kekerasan yang dilakukan oleh para guru, bahkan ada juga tindakan guru yang dengan tega menghancurkan masa depan anak didiknya. Tak dapat dipungkiri, hati saya gelisah juga. Ya, saya mempunyai anak yang insya Allah akan saya sekolahkan juga. Bagaimana jika anak saya mendapat perlakuan serupa? Kata ibu saya, dulu waktu saya berstatus pelajar, hampir tidak pernah terdengar bermacam-macam kekerasan seperti sekarang ini. Pikir saya, apakah ini metode mengajar yang baru atau bagaimana? Sekali lagi, ini pekerjaan besar bagi organisasi profesi guru untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada guru.

Ibu Muslimah, guru dalam novel Laskar Pelangi pernah menjadi icon dalam wajah pendidik di Indonesia. Sosoknya sanggup membuktikan bahwa guru memang tak pernah layak disebut sebagai mantan guru oleh anak didiknya. Apakah pantas seorang murid mengatakan, “Beliau mantan guruku waktu di SD dulu.” Akan lebih enak didengar, jika murid itu mengatakan, “Beliau adalah guruku saat  aku di SD dulu.” Posisinya sejajar dengan ibu atau ayah, yang hingga detik ini tak pernah terdengar istilah mantan ayah atau mantan ibu. Sebuah penghormatan yang sesuai dengan profesi mulianya. Namun, citra buruk guru akhir-akhir ini seolah menghapus segala rasa segan pada sosok guru. Guru lebih dinilai sebagai sosok yang beringas, keras, suka menggoda, dan sederet penilaian negatif lainnya. Ini merupakan tamparan yang  menyakitkan. Bukan hanya bagi organisasi profesi tapi juga bagi masyarakat luas yang sejak awal menaruh harapan di pundak mereka.

Saya berharap, sesegera mungkin guru mampu memulihkan konsistensinya sebagai penyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa, yang bukan hanya semata sebagai pendidik, tapi juga sebagai orang tua kedua bagi semua peserta didiknya.